Pulang Kantor Tepat Waktu, Mimpiku yang Menjadi Kenyataan

“Jarak tempuh bisa diukur, tapi kemacetan lalu lintas Jakarta selalu membuat waktu tempuh menjadi unpredictable.”

Judul di atas mungkin terkesan lebay banget, ya? Pulang kantor tepat waktu saja kok dianggap seperti mimpi. Memangnya pekerjaan di kantor bejibun hingga harus lembur setiap hari? Atau bosnya galak banget sampai tidak mengizinkan anak buahnya pulang kantor tepat waktu? Memang gajiku segunung hingga harus selalu pulang malam? Kalau menurut curhat para pegawai nih, jika ada kewajiban masuk kantor tepat waktu, harusnya ada kewajiban pulang kantor tepat waktu juga, hehehe. Benar nggak?

Begini ceritanya. Sejak awal tahun 2000-an lalu, aku menjadi pengguna setia angkutan umum dari rumah di Cipayung ke kawasan perkantoran Sudirman–Thamrin, Jakarta. Saat itu, angkutan umum masih balapan berebut penumpang, atau sebaliknya, penumpang yang berebut angkutan umum. Untuk menunggu angkutan datang juga belum ada halte yang representatif menampung calon penumpang.

Pada jam-jam sibuk, calon penumpang pasti membludak tak bisa menghindar dari kepanasan atau kehujanan. Sebenarnya, saat itu sudah ada busway beserta halte dan jalur khususnya, namun belum banyak rute yang dilayani. Karena belum sebanyak sekarang, halte busway pun tak kalah membludak oleh penumpang. 

Paling cepat, biasanya aku pulang dari kantor habis maghrib. Kalau jam pulang kantor langsung naik bis, dijamin penumpang membludak, antre, dan macet, sehingga waktu tempuh sampai rumah bisa 2 jam lebih. Alhasil, waktu sholat maghrib-nya kelewat, bahkan sampai rumah sudah lewat waktu sholat isya.

Mungkin bagi sebagian orang sholat maghrib-nya dijamak atau digabung dengan isya sesampainya di rumah, tapi bagiku dan aku yakin bagi banyak yang lain juga, kemacetan di Jakarta tidak termasuk dalam kategori alasan yang kuat untuk menggunakan keringanan pelaksanaan sholat dengan dijamak.

Waktu itu tidak terbayang kapan aku bisa pulang dari kantor ke rumah tanpa harus menunggu maghrib dahulu. Berebut bus di halte, bergelayutan di dalam bus, tidak mungkin melaksanakan ibadah sholat dalam kondisi seperti itu. Boro-boro mikirin mau sholat di mana, untuk duduk manis di dalam bus pun sulit didapat. Jarak tempuh bisa diukur, tapi kemacetan lalu lintas Jakarta selalu membuat waktu tempuh menjadi unpredictable. Deviasi waktu tempuh bisa sampai satu jam bahkan lebih.

Alternatif lain menggunakan mobil pribadi juga bukan pilihan yang nyaman. Disamping waktu tempuh yang sulit diperkirakan, dari sisi biaya jelas lebih mahal. Biaya bensin, tol, dan parkir lumayan besar untuk ukuranku. Pernah juga pilih opsi naik motor. Tapi rupanya aku bukan manusia tangguh yang tahan dengan angin di jalanan. Satu bulan mencoba naik motor, badan langsung meriang tidak kunjung sembuh.

Setelah bertugas muter-muter di beberapa kantor cabang, tahun 2023 ini aku kembali bertugas di kantor pusat di Jakarta. Kali ini di kawasan bisnis Segitiga Emas, Kuningan. Betapa layanan angkutan umum telah banyak berubah. Hampir sebagian besar pengguna transportasi umum sudah dilayani oleh moda Transjakarta beserta feeder bus-nya. Tak hanya itu, Transjakarta juga sudah terintegrasi dengan moda angkutan lainnya seperti KRL, MRT, dan LRT.

Moda MRT atau Mass Rapid Transportation dan LRT atau Light Rapid Transportation merupakan barang baru yang sudah aku coba. Rute yang dibangun ada di bawah tanah, mulai dari kawasan Monas hingga Blok M Jakarta Selatan. Kereta MRT muncul ke permukaan melewati Blok M hingga berakhir di Lebak Bulus menggunakan jalan layang. Sedangkan LRT adalah moda kereta ringan dengan penumpang yang bisa diangkut lebih sedikit. Semua jalurnya berada di udara menggunakan jalang layang dari Cibubur hingga Dukuh Atas. Yang sangat canggih dari LRT adalah semua dikendalikan oleh komputer. Tidak ada masinisnya. Integrasi ini semakin membuat angkutan umum kota Jakarta semakin nyaman.

Penggunaan moda Transjakarta mengubah total hiruk pikuk lalu lintas Jakarta. Perubahan pola insentif keuangan dari sistem setoran menjadi sistem subsidi Pemda DKI dengan menggunakan anggaran PSO (Public Service Obligation) menjadikan fasilitas angkutan umum jadi lebih teratur. Pengusaha angkutan tidak lagi dibayar dengan setoran para supirnya, tapi disubsidi oleh Pemda DKI sekian rupiah untuk setiap kilometer jarak yang ditempuh armadanya. Jadi, ada atau tidak ada penumpang, pengusaha tetap dibayar asalkan armadanya tetap jalan melayani penumpang. Tidak ada lagi balapan antar angkot dan rebutan penumpang.

Satu hal lagi yang membuat aku semakin nyaman adalah adanya fasilitas mushola di hampir semua halte Transjakarta dan stasiun MRT dan LRT, khususnya di halte dan stasiun besar. Musholanya bersih, rapi, dengan ketersediaan air wudlu yang cukup.

Kini aku tidak perlu pusing memikirkan harus sholat di mana, khususnya sholat maghrib yang waktunya terbatas. Segera setelah jam pulang kantor tiba, aku bisa langsung cuss naik angkutan Transjakarta. Sholat maghrib bisa dilakukan di halte atau stasiun mana saja. Sholat inilah yang menjadi kendala utamaku untuk bisa pulang kantor tepat waktu. Hambatan lainnya masih bisa ditolerir, tapi untuk urusan sholat bagiku adalah harga mati.

Kegembiraan selanjutnya adalah bisa sampai rumah lebih cepat dan bisa segera bertemu dan bercengkerama dengan anak-anak. Biasanya, sesampaiku di rumah waktu sudah malam dan anak-anak sudah tidur. Dulu, walau aku tinggal di Jakarta dan berkantor juga di Jakarta, ritme hari kerjaku serasa berangkat Senin pagi pulang Jumat malam. Berangkat pagi sebelum anak bangun dan pulang setelah anak tidur. Persis seperti teman-temanku yang rumahnya di Bandung, Purwakarta, Cirebon, Cilegon, dan daerah lainnya, yang berangkat dari rumah Minggu malam menuju kos di Jakarta, bekerja dari Senin hingga Jumat lalu pulang kembali ke rumah Jumat malam. Sabtu dan Minggu baru bisa bertemu keluarga.

Begitu luar biasanya dampak positif dari semakin teraturnya moda transportasi kota besar seperti Jakarta pada ritme kehidupan warganya. Dari rutinitas bekerja para penumpangnya hingga memperbaiki hubungan interaksi dengan anggota keluarga di rumah. Badan dan pikiran lebih fresh dan siap bekerja lebih produktif esok harinya. Perbaikan moda transportasi dan kampanye penggunaan angkutan umum yang terus menerus akan menjadikan warga jakarta semakin nyaman dan bahagia, baik jasmani maupun rohani. Terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan pelayanan terbaiknya, khususnya dalam bentuk layanan angkutan umum yang nyaman bagi warganya. 

Nurfi Majidi, karyawan Bank yang mencoba melihat sisi lain kehidupan.

Editor: Bhagaskoro Pradipto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *